Persoalan Paradigma (Analisis Korupsi di indonesia)

Oleh: Achmad Rois)*

Indonesia adalah Negara yang memiliki kekayaan luar biasa. Sumber daya alamnya seakan tak terbatas dimakan waktu. Kepemilikan sumber daya tak terbatas ini terbukti dengan banyaknya Negara yang mencoba menjajah Indonesia dengan alasan tersebut, baik pada masa lalu ataupun sampai hari ini. Sudah tidak perlu diragukan lagi bahwa kekayaan bangsa ini melebihi apa yang dibutuhkan seluruh rakyat yang tinggal dalam batas territorial. Tapi idelalitas ini menjadi senjang dengan banyaknya rakyat miskin, pengangguran dalam jumlah besar, kurs mata uang yang rendah dan tingkat korupsi yang kian melangit.

Realitas tersebut semakin terlihat parah dengan banyaknya tindak criminal di hampir setiap belahan bumi Indonesia. Kriminal dengan tingkatan beragam serta modus operandi yang kian kreatif dan efisien. Lebih parahnya adalah alasan setiap dari mereka hampir semua sama, yaitu persoalan kampung tengah (perut). Ini tentu menjadi ironis dengan realitas bangsa yang kaya. Apa jadinya bangsa yang begitu kaya ini jika sebagian besar rakyatnya berada dalam belenggu pengangguran dan hidup dalam keadaan financial yang minim dan tidak wajar. Belum lagi para TKI yang bejibun, sehingga tak jarang kita dengar merekapun menjadi korban tindak kekerasan majikan mereka di negeri nan jauh di mata.

Sebagai rakyat yang hidup dalam kubangan media yang kian hari kian tidak enak disimak, tentu timbul banyak sekali pertanyaan yang hipotesis. Pertanyaan mendasar adalah mengapa keadaan Negara ini kian hari semakin memburuk dalam banyak hal. Dari mulai yang bersifat natural seperti banyaknya bencana yang terus saja melanda negeri yang indah permai ini, sampai pada bencana sistemik seperti banyaknya hak-hak rakyat yang dirampas secara tidak wajar. Pelaku perampasan ini tentu tidak sesepele penjambret yang beroperasi di bus-bus kota atau pasar-pasar tradisional. Pelakunya lebih terdidik dan yang jelas mempunyai kedudukan tinggi dalam hal kekuasaan. Mereka mampu menguasai banyak lini yang berpengaruh dan menjadikanya instrument pemuas kepentingan pribadinya sendiri. Dalam banyak kesempatan kita sering menyimak istilah mengerikan ini dengan sebutan Korupsi.

Secara psikologis, seseorang yang digelari koruptor lebih merasa nyaman dengan gelar tersebut ketimbang jika digelari maling. Gelar koruptor terdengar lebih elegan dan professional memang, namun jika di inspeksi, kesalahan mereka justru lebih fatal dari sisi pengaruh dan banyaknya hak yang dirampas. Lalu, apa sebenarnya motif yang melatar belakangi ketegaan mereka dalam melakukan hal senista itu. Mereka mungkin tak sempat berfikir bagaimana jika yang mereka lakukan itu terjadi pada diri mereka sendiri, saat kepemilikan haknya dirampas dan setiap hari hidup dalam jambangan financial yang jauh dari kata cukup.

Dari sisi mentalitas, para pejabat di birokrasi kita cenderung bermental pengusaha dalam pemahaman prinsip-prinsip ekonomi yang matang. Bukankah kita semua sudah mengenal bahwa prinsip dasar ekonomi adalah mengeluarkan modal sesedikit mungkin untuk mendapatkan keuntungan sebesar dan sebanyak mungkin. Dalam hal politik, keuntungan dapat diwujudkan dalam banyak hal. Bisa saja dalam bentuk pengaruh dan pencitraan, namun pada akhirnya semua hal tersebut kemudian diaplikasikan sebagai instrument peraup keuntungan financial dalam jumlah yang menggairahkan.

Mentalitas seseorang itu sendiri banyak dipengaruhi dari pengetahuan yang dibangun dan dipahaminya sendiri. Pengetahuan itu bisa berasal dari manapun, namun pengetahuan yang punya pengaruh significant dalam membangun paradigma hidup adalah pengetahuan yang diperoleh dari jenjang-jenjang pendidikan yang ia tempuh. Mari kita persingkat, seseorang yang ingin kaya seharusnya menempuh pendidikan yang bernuansa ekonomi sehingga outputnya adalah pengusaha yang competent. Sementara apa yang terjadi, kita ingin punya penghasilan besar perbulan, namun kita menempuh jalan yang tidak mengarahkan kita pada tujuan awal.

Atau lebih singkat lagi, ingin kaya jadilah pengusaha yang jujur dan terampil, bukan jadi pejabat yang korup. Pejabat seharusnya bermental pelayan yang terhormat, bukan menjadi ekonom yang tersesat. Negeri ini penuh dengan orang pintar namun tidak banyak yang mengerti. Negeri ini begitu kaya, namun rakyatnya terlalu rakus pada harta. Rakyat semakin lama hidup miskin dalam negeri yang kayanya minta ampun. Orang-orang yang tidak bermoral justru berada di tempat-tempat pembinaan moral. Tempat paling tidak aman justru kini berada di pos-pos keamanan. Dan mulai saat ini cobalah berpikir dengan sudut pandang yang berbeda kenapa begitu banyak orang sakit justru berada diantara dokter dan para perawat.

)* Penulis adalah Penggelisah bangsa dalam kebanggaan yang nista

KORUPSI ITU HARUS ADA, JADI KENAPA HARUS DI BRANTAS

Genderang perang terhadap korupsi sudah begitu lama ditabuh, tapi kenapa sampai hari ini Indonesia masih menduduki peringkat ke-111 dari negara-negara ter-korup didunia dan menduduki urutan ke-5 dari negara-negara di penjuru Asia. Ini adalah sebuah prestasi yang patut dibanggakan bukan?

Saya akan sedikit menelisik lebih jauh terhadap event Hari Anti Korupsi se-Dunia yang baru saja diperingati hanya dalam hitungan beberapa jam yang lalu. Bangsa Indonesia disebagian besar penjuru  tentu tak akan sempat melewatkan berita-berita yang setiap hari disiarkan di hampir setiap stasiun televisi yang kita punya, hampir disetiap media masa yang setiap hari terbit, dan menjadi tema utama pada sebagian besar majalah-majalah ternama.

Masyarakat kita terlanjur banyak mengerti tentang defenisi-defenisi korupsi yang hampir setiap saat terlontar dari berbagai tokoh masyarakat, pengamat politik, seseorang yang punya posisi penting dalam sebuah organisasi, seseorang yang punya posisi berpengaruh terhadap stabilitas bangsa dan se-abrek tokoh-tokoh lain yang sempat mengucapkan defenisi kata ini dari  balik  layar 14 inch yang setiap hari kita pelototi ataupun dari kertas buram lusuh yang sangat mudah terkoyak ketika tanpa sengaja air kopi tertumpah diatasnya.

Kasus-kasus mafia hukum yang tidak setiap kali, tetapi pasti pelakunya tak ingin dipublikasikan ditelevisi, kriminalisasi KPK yang kasusnya tak kunjung usai diatas kertas buram lusuh berukuran 40X60 centimeter yang dilipat menjadi dua itu. Dan bejibun lagi kasus-kasus permainan money laundry yang tak sempat selesai diatas pergumulan pemuda-pemuda gagah pemegang palu dimeja hijau itu.

Beberapa hal yang saya sebutkan diatas adalah sekolah gratis bagi seluruh penyimak media cetak ataupun media elektronik. Akan begitu banyak hal yang mereka dapat pahami dari sana tentang istilah keren yang hampir setiap hari disebut ini. Mereka akan begitu mengerti tentang bagaimana melakukan korupsi, lembaga-lembaga apa saja yang nyaman dan aman untuk dijadikan ladang korupsi, kaum dari golongan apa saja yang harus mereka suap agar nama mereka tetap bersih dan baik dimata publik, dimana saja mereka bisa mendapatlkan pengacara handal yang dapat memperpendek lama mereka bermukim didalam pondok jeruji, atau memperkecil jumlah denda yang harus mereka bayar untuk mendapatkan kebebasan bersyarat, atau bahkan dapat bebas tanpa ada sedikit pun syarat yang ditimpakan kepadanya dari pengadilan atau institusi yang kondang dengan nama penegak hukum ini jika kasusnya terungkap oleh KPK dan berlanjut ke Meja dimana seorang saksi terkadang harus menyebut-nyebut nama Tuhan yang begitu Mulia untuk sebuah kasus yang begitu Hina.

Inikah lensa budaya bangsa yang mulia?

Moment hari Anti Korupsi se-Dunia ini akan menjadi sangat tepat jika kita perhatikan dari sisi waktu. Pengetahuan masyarakat pinggiran yang dengan tidak sengaja terus membaik karena banyak pendidikan gratis yang digelar ditelevisi, paradigma-paradigma dan ideologi-ideologi organisasi masyarakat yang terus terasah, pengamat-pengamat politik yang tidak sengaja sampai hampir menghafal semua hal dari pasal-pasal tentang tindak pidana yang membuat orang bernama tenar didepan para wartawan ini membuat mereka yang saya sebutkan menjadi mempunyai tendensi yang begitu kuat untuk turut aktif memeriahkan Hari Raya Idul Korupsi ini.

Menjadi tidak begitu penting Mr. President mengkhawatirkan kekacauan yang dibuat saudara-saudara kita di Kota Makasar, di Kota Madura dan di daerah-daerah yang belum mungkin saya pantau lainnya. Tidak juga menjadi penting para Menteri dari kabinet Insyaallah Bersatu Jilid Sama Saja ini memberikan begitu banyak kekhawatiran yang dilahirkan dalam bentuk himbauan-himbuan bahwa aksi kita kali ini harus baik, rapi dan bersih seperti ketika saya dulu pernah, masih akan melakukan atau bahkan sedang melakukan korupsi. Toh masyarakat kita sudah cukup mengerti dengan apa yang mereka lakukan, mereka tidak perlu lagi bersikap bijak terhadap orang-orang bejat seperti Koruptor dan para oknum penegak hukum suka-suka itu.

Sekali lagi, masyarakat kita tidak terlalu bodoh untuk melakukan hal-hal yang bahkan mereka begitu mengerti. Mereka sudah cukup canggih tentang bagaimana melakukan aksi, sama canggihnya dengan Mister-Mister besar itu ketika melakukan korupsi. Jadi untuk apa menaruh begitu banyak personil polisi, hingga mencapai separuh dari jumlah keseluruhan polisi yang ada di Jakarta saat ini untuk hanya mengamankan aksi. Kalau tidak ada yang memicu kerusuhan, para aktifis dan korlap aksi tidak akan memberi instuksi terhadap masa yang dibawanya untuk bertindak diluar batas. Pemerintah mewujudkan kekhawatiran mereka dengan mengirim begitu banyak robot penerima dan pematuh perintah ini hanya untuk menganggap kita; masayakat begitu bodoh dalam menyikapi hari yang tak seharusnya ada ini. Padahal, bukankah kita; kamu, dia dan semuanya sudah begitu mengerti?

Mereka yang selalu menggunakan selembar kain miskin warna yang fungsinya hanya terasa justru ketika mereka melepaskannya ini menjadikan adanya penunggang gelap berdalih kepentingan akan hadir menyusupi aksi ribuan masa aksi ini menjadi alasan kuat kekhawatiran mereka kemaren hari. Mereka tidak sadar bahwa aksi ini tidak akan ada tanpa ditunggangi joki hebat bernama Akal Sehat dan Hati Nurani. Apa munkin alasan ini timbul karena Akal Sehat mereka berfungsi tetapi Hati Nuraninya mati? Mungkin saja sahabat, hal ini terbukti saat mereka yang mencuri ini menggunakan Akal Sehat mereka yang begitu hebat untuk membunuh kemurnian Hati Nurani mereka yang padahal pengaruhnya begitu kuat. Seseorang yang sedang melakukan ke-tidak baik-an prilaku sebenarnya sedang berperang dengan ke-suci-an ajaran baik Hati Nurani. Kekuatan dahsyat yang berasal dari perut dan bawah perut mereka begitu kuat memicu Akal Sehat mereka untuk mengalahkan Hati Nurani.

Bahkan akan lebih buruk lagi, mereka yang duduk dibangku per-adil-an pun tak jauh beda dengan mereka yang sedang berjuang untuk keluar dari kasus hina yang sedang didera; tersangkanya. Bukankah tugas pengadilan adalah membenarkan yang benar dan me-masukkan yang salah kedalam lembaga yang mampu mendidik mereka menjadi benar? Bukan menerima suap atau me-ngulur-ngulur waktu sidang dengan alasan belum selesai melakukan penyelidikan.


RENUNGAN SEDERHANA

Saya sebagai penulis menjadi terpaksa mengambil kesimpulan terburuk bahwa peng-adil-an dibuat adalah bukan untuk menyelesaikan suatu persoalan, tetapi hanya dibuat untuk memperpanjang perseteruan, agar lebih banyak yang diuntungkan, agar lebih banyak keuntungan, agar lebih banyak lagi yang mendirikan kampus-kampus, fakultas-fakultas hukum, agar lebih banyak lagi orang yang mengerti aturan hukum sehingga mereka mampu mempermainkan hukum sesuka hatinya, agar lebih banyak lagi uang Negara yang dikorupsi sehinga jika mereka masuk ke pengadilan mereka tidak akan begitu keberatan lagi membayar denda yang disyaratkan, dan ini artinya akan lebih banyak lagi yang dirugikan dan kasus keren ini tak akan pernah terhapus sehingga kita harus memperingati Hari yang Tidak Seharusnya Ada ini setiap tahun.

Ini benar-benar kegilaan yang begitu nyata, kegilaan yang tak pernah disadari, virus yang lebih berbahaya dari Vitriol sekalipun. Rumah Sakit Jiwa tak perlu lagi didirikan karena semua dokter dan perawat juga adalah gila, semua yang tak mau disebut gila adalah gila dan setiap orang yang mengatakan bahwa “saya benar-benar waras” adalah gila. Dan bukankah Kegilaan kita adalah ke-tidak mampu-an kita berhubungan dengan fikiran kita, bukankah berhubungan baik dengan hati kita akan lebih sulit, silahkan pilih, biarkan hati kita mengendalikan kita atau kita yang akan dikendaliakan oleh fikiran kita. Cukup sulit, tapi jangan katakan!

Kalau saya seorang hakim yang tidak baik, saya akan menyuruh semua orang untuk korupsi, menyuruh semua orang menyuap saya jika mereka ingin lulus ujian dengan nilai “tidak bersalah”. Saya selaku penulis sangat optimis terhadap hasil buruk pemberantasan kasus ini. Kalau tak ada lagi yang korupsi lantas tak akan ada penghasilan tambahan Hakim dan perayaan Hari Raya Idul Korupsi pun tak akan ada lagi. Saya tak akan menulis lagi, mahasiswa tak akan demo lagi, dan banyak aktifitas lain yang terpaksa terhenti.

Akhirnya, Jika mencuri itu baik, Lakukanlah! Karena hanya sedikit sekali pencuri yang baik.

Korupsi itu tak perlu dibrantas, tapi harus dihindari. Karena, Pertanggung jawaban dosa kita terhadap Tuhan jauh lebih mudah ketimbang pertanggung jawaban dosa kita terhadap sesama Makhluk Tuhan.

Semoga bermanfaat dan Salam Pergerakan!!!